Bijak Mengelola Air sebagai Sumber Kehidupan

Air sumber kehidupan
Sumber kehidupan manusia salah satunya adalah Air. Penggunaan air seharusnya digunakan dengan bijak agar tidak mengalami kekurangan.

Dukref News – Air adalah sumber kehidupan utama bagi makhluk hidup. Sekitar 60-70% kandungan di dalam tubuh manusia terdiri dari air atau cairan. Hal ini menunjukkan ketergantungan umat manusia terhadap air terbilang cukup besar.

Sehingga tidak heran bila dalam dunia medis, seseorang dianjurkan untuk meminum air tak kurang dari dua liter setiap hari. Bahkan, tidak hanya sebagai bahan konsumsi, air menjadi bagian penting dari aneka pekerjaan umum manusia seperti mandi, mencuci, memasak, dan lain sebagainya.

Tidak hanya dalam kehidupan umat manusia, makhluk hidup lainnya juga memiliki ketergantungan yang berarti terhadap air, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tidak hanya itu, setiap makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah Swt bersumber dari air, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. al-Anbiya’ ayat 30. “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”

Oleh karenanya air menjadi syarat mutlak terciptanya kehidupan di planet bumi ini. Allah swt telah menyediakan sumber penghidupan yang layak dan memadai bagi semua makhluk di dalamnya. Maka dari itu, bumi yang manusia tempati ini terdiri dari 72 persen perairan, sementara sisanya terdiri dari daratan. Hal ini pun, telah tergambar dalam firman Allah dalam surah al-A’raf ayat 10. “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami sediakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur.” 

Meski demikian, sumber daya kehidupan yang melimpah di muka bumi ini memiliki nilai kuantitas yang suatu ketika akan habis. Dalam persoalan air saja, umat manusia telah diberi pelajaran dengan terjadinya fenomena alam yakni pergantian musim. Saat musim kemarau tiba, air akan sulit didapat. Terlebih untuk wilayah dengan curah hujan yang rendah seperti di benua Afika dan Amerika Latin. Khusus, di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia yang memiliki dua musim, musim kemarau yang panjang rentan mendatangkan bencana kekeringan. Kekeringan mengakibatkan kerugian yang besar, utamanya di sektor pangan. 

Di tahun ini, menurut data yang dilansir di laman resmi BMKG, puncak musim kemarau di Indonesia umumnya terjadi pada Agustus 2022. Tindakan preventif akan bencana kekeringan harus diupayakan sejak dini. Oleh karena itu, penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari harus terbilang tepat guna lagi bijaksana. Berikut ini dua faktor penting yang menyebabkan terjadinya kekeringan atau krisis air sehingga perlu dihindari.

Pemanfaatan air yang berlebihan

Meskipun 72 persen bumi merupakan daerah perairan, namun sebagian besarnya berupa air laut dengan penggunaan yang cukup terbatas. Sedangkan air tawar hanya berkisar 1 persen saja dari total seluruh air di muka bumi, dengan perincian 0,9 persennya berupa air tanah yang tidak dapat atau sulit terbarukan. Sisanya hanya 0,1 persen yang dapat dikonsumsi manusia berupa aliran-aliran sungai atau air yang tergenang di danau, kolam buatan, sumur, maupun rawa-rawa. Sehingga, meskipun melimpah, ketersediaan air yang layak konsumsi di muka bumi terbilang tetap. Meski beberapa negara telah mengembangkan teknologi penyulingan air laut, masih butuh waktu lama untuk mendapatkan hasil sempurna dan tentu memakan banyak biaya.

Dengan kondisi air di bumi yang sedemikian rupa, beberapa oknum manusia justru memanfaatkan air secara berlebihan. Hal itu ditengarai dengan pola hidup masyarakat yang kian hari sulit terkendali. Pertumbuhan penduduk bumi terus meningkat setiap tahunnya, sehingga konsumsi terhadap sumber daya pun – termasuk air –  melonjak tanpa bisa dibatasi. Manusia modern yang berwatak konsumtif memanfaatkan air dengan besar-besaran khususnya di bidang industri. Umat muslim dalam beberapa kesempatan turut berperan dalam hal ini, seperti halnya berwudhu’. Oleh karenanya, Islam sangat mewanti-wanti agar umatnya tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan air saat berwudhu’. Rasulullah bersabda “Seperti ini wudhu yang benar. Siapa yang nambahi lebih dari tiga, dia telah berbuat salah, melampaui batas, dan bertindak zalim.”  (HR. Ahmad 6684, Nasa’i 140, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Pencemaran Air

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2021 terdapat 10.683 desa/kelurahan yang mengalami pencemaran air. Pencemaran air paling banyak ditemukan di Jawa Tengah, dengan 1.310 desa/kelurahan yang terdampak. Kemudian Jawa Barat dengan 1.217 desa/kelurahan terdampak, dan Jawa Timur dengan 1.152 desa/kelurahan terdampak. Realitas ini menunjukkan bahwa pencemaran air banyak terjadi di pulau Jawa yang notabene merupakan wilayah berpenduduk padat dan menjamurnya pabrik-pabrik industri.

Pembuangan limbah prabrik ke aliran sungai, penanganan sampah yang tidak maksimal, serta sistem irigasi kota maupun desa yang terbengkalai menjadi cikal bakal terjadinya pencemaran air. Limbah pabrik yang dibuang ke sungai, mengakibatkan air sungai tidak layak digunakan. Tidak hanya untuk konsumsi manusia, pemanfaatan lain seperti minum ternak, mengairi sawah, hingga kebutuhan MCK turut mengalami dampaknya. Sementara itu, penumpukan sampah dan bobroknya sistem irigasi mengakibatkan aliran air yang semestinya didaur ulang menuju sungai atau laut mengalami hambatan. Parahnya, air akan tergenang dan menjadi sarang wabah penyakit yang menjangkiti warga setempat. 

Bencana banjir yang seringkali menimpa wilayah berpenduduk padat juga didasari dari perilaku pencemaran air seperti ini. Saat musim hujan, air yang semestinya menjadi anugerah dan dimanfaatkan kenikmatan dan kesegarannya, justru mendatangkan bencana dan menghambat bahkan melumpuhkan aktivitas masyarakat. Oleh karenanya, beberapa daerah rentan banjir perlu menyediakan wilayah serapan air, bukan malah menggunduli hutan untuk pembangunan indutri tanpa adanya reboisasi ulang. 

Dua penyebab utama tadi haruslah ditanggapi serius oleh setip lapisan masyarakat dari strata sosial terbawah hingga kalangan elite pemerintah. Sadar diri akan pentingnya melestarikan air dan lingkungan adalah modal awal lahirnya tindakan-tindakan yang bijaksana. Air adalah simbol kehidupan, sehingga mari kita jaga, bahkan hingga bisa dinikmati generasi kita selanjutnya.

Ditulis oleh: Moh. Abdul Majid

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *