Kebiasaan Buruk Meniup Makanan – Salah satu kebiasaan yang sering kita lakukan tanpa kita sadari ketika berhadapan dengan makanan terutama makanan yang panas adalah secara spontan kita akan meniupnya. Mungkin bagi sebagian yang lain ini merupakan kebiasaan yang biasa dan tidak berpengaruh apa – apa bagi tubuh kita. Namun tahukah kita, bahwa ternyata dalam Islam telah mengajarkan kepada kita tentang adab dalam makan dan minum, salah satunya adalah tentang meniup makanan.
Dikutip dari sebuah Hadis dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian minum, janganlah bernafas di dalam gelas, dan ketika buang hajat, janganlah menyentuh kemaluan dengan tangan kanan… (HR. Bukhari 153).
Begitu pula pada Hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bernafas di dalam gelas atau meniup isi gelas. (HR. Ahmad 1907, Turmudzi 1888, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).
Bahkan Ibnul Qoyim menjelaskannya lebih detail, yang jika diterjemahkan sebagai berikut:
Meniup minuman bisa menyebabkan air itu terkena bau yang tidak sedap dari mulut orang yang meniup. Sehingga membuat air itu menjijikkan untuk diminum. Terutama ketika terjadi bau mulut. Kesimpulannya, nafas orang yang meniup akan bercampur dengan minuman itu. Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan larangan bernafas di dalam gelas dengan meniup isi gelas. (Zadul Ma’ad, 4/215).
Nabi melarang kita meniup makanan seperti halnya bernafas saat minum. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa proses pernapasan (respirasi) adalah suatu proses dimana kita menghirup oksigen dari udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Sedangkan tujuan bernapas yakni untuk mendapatkan oksigen (O2) bagi respirasi sel dalam tubuh. Dengan kata lain bahwa udara yang kita hirup adalah oksigen (O2), sedangkan udara yang kita keluarkan adalah karbondioksida (CO2) dan jika setiap makanan yang kita tiup pasti mengandung air (H2O) maka terjadi reaksi perpaduan antara keduanya menjadi H2CO3 yang berguna untuk mengatur pH (tingkat keasaman) di dalam darah. Jadi jika makanan ditiup, lalu karbondioksida dari mulut kita akan berikatan dengan uap air dari makanan akan menghasilkan asam karbonat yang akan memengaruhi tingkat keasaman dalam darah sehingga akan menyebabkan suatu keadaan dimana darah menjadi lebih asam dari seharusnya sehingga pH dalam darah menurun, keadaan ini lebih dikenal dengan istilah asidosis.
Asidosis adalah kondisi pH darah di bawah 7,35 sedangkan alkalosis adalah keadaan pH darah di atas 7,45. Semakin lama ini terjadi maka kemungkinan besar akan terjadi asidosis respiratorik yaitu keasaman darah yang berlebih karena penumpukan karbondioksida dalam darah akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbondioksida. Pada dasarnya tubuh mempunyai tiga mekanisme kerja dalam mengendalikan keseimbangan asam dan basa salah satunya adalah melalui kerja ginjal. Kelebihan asam yang terdapat dalam tubuh akan dibuang oleh ginjal melalui urine, sehingga pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
Tetapi kedua mekanisme tersebut tidak akan terjadi jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga jika terjadi asidosis berat. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasa kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual, dan mengalami kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan bahkan kematian. Asidosis berat dapat mengancam nyawa penderita seperti pada kesadaran menurun dengan koma karena pada asidosis kelainan yang terjadi sudah pada tingkat sel dan mempunyai komplikasi yang lebih berat pada sistem kardiovaskuler, neurologik dan tulang sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengkompensasinya. Hal ini dibutktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri Warsi pada tahun 2013, dengan jumlah sampel sebanyak 70 sampel anak-anak, mengatakan bahwa pada kesadaran menurun dengan pasien yang mengalami koma rata- rata mengalami gangguan keseimbangan asam dan basa, dibandingkan dengan pasien yang tanpa koma. Maka kalau pun terpaksa harus makan hidangan panas, maka sebaiknya tidak didinginkan dengan ditiup, tapi cukup dikipas saja atau didiamkan beberapa saat sampai makanannya siap untuk di konsumsi.
Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits
Dari Asma binti Abu Bakr, sesunguhnya beliau jika membuat roti tsarid wadahnya beliau ditutupi sampai panasnya hilang kemudian beliau mengatakan, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya makanan yang sudah tidak panas itu lebih besar berkahnya”. [HR Hakim no 7124. Hakim mengatakan, “Hadits sahih sesuai dengan kriteria Muslim”. Pernyataan beliau ini disetujui oleh adz Dzahabi. Hadits di atas dimasukkan oleh al Albani dalam Silsilah Shahihah jilid 1 bag 2 no hadits 392].
Hal ini didukung oleh pernyataan Michelle Robert selaku editor BBC News menyatakan bahwa makan nasi dingin lebih baik untuk kesehatan dibandingkan dengan nasi hangat apalagi panas, terutama pada penderita penyakit diabetes. Nasi yang dingin memiliki kandungan karbohidrat yang lebih sedikit. Sehingga saat mengkonsumsinya, glukosa yang masuk ke dalam tubuh menjadi sedikit pula.
Ditulis oleh: Moh. Abdul Majid